Saya merasa kasihan dengan isteri dan anak-anak saya, karena sering kena sasaran kemarahan saya di rumah.
Sebenarnya saya tidak berniat marah-marah, tapi tekanan di kantor sangat berat,
atasan saya sering memaki-maki kami karyawannya. Kemudian saat pulang ke
rumah….saya sudah cape banget, ditambah mendengar anak-anak ribut bermain
rasanya kepala saya mau pecah.
Sehingga hal-hal kecil di rumah pun memicu kemarahan saya, bahkan saya
sampai meledak-ledak. Akibatnya, saya jadi sering konflik dengan isteri saya
juga.
Saya tau bahwa sebagai orang Kristen harus bisa menguasai diri terhadap
kemarahan. Tapi saya sering gagal mengatasi kemarahan saya. Apa yang harus saya
lakukan ? (Hendi, 36 tahun)
JAWAB :
Bpk Hendi,
Terima kasih untuk pertanyaan Anda. Terima kasih
juga untuk kejujuran Anda atas perasaan Anda terhadap diri sendiri.
Saya bisa memahami perasaan Anda bahwa bukanlah hal
yang mudah menghadapi situasi yang menekan dan menguras emosi Anda.
Nampaknya ...ada
kaitannya antara perlakuan atasan
Anda dengan pola kemarahan Anda di rumah. Cobalah untuk merefleksikan bagaimana
perasaan Anda saat atasan memaki-maki Anda ....apakah muncul perasaan kesal,
kecewa, sedih sakit hati atau merasa diperlakukan tidak adil ?
Perasaan-perasaan yang tak terungkap ini tanpa
sadar menimbulkan ‘energi kemarahan’ di dalam diri Anda.
Tentunya tidaklah bijak jika Anda melawan atasan
Anda, tetapi akibatnya tanpa sengaja ‘energi kemarahan’ ini dilampiaskan
kepada keluarga di rumah. Sehingga hal-hal kecil pun dapat memicu kemarahan
Anda.
Marah pada dasarnya merupakan salah satu
bentuk emosi yang dimiliki setiap individu. Penyebabnya bisa dari apa yang
dilakukan orang lain terhadap kita, namun mungkin juga akibat apa yang telah
kita lakukan sendiri pada diri kita sendiri.
Kemarahan dapat merusak
apabila kita sudah dikuasai olehnya, contohnya: kita menjadi sering marah-marah
dan cenderung menyerang orang lain. Dapat berbahaya karena berhubungan dengan
frustasi, stress, depresi, resiko terkena sakit-penyakit, menimbulkan
permusuhan, bahkan dapat mendorong untuk menyakiti orang lain, seperti memaki,
memukul, menghancurkan benda-benda, ataupun penyiksaan.
Semuanya ini dapat membuat hati dan
komunikasi kita sakit, mengganggu pernikahan, hubungan dengan pasangan dan
anak-anak, juga dalam kehidupan karier dan persahabatan.
Firman Tuhan menyatakan
bahwa, “Apabila kamu menjadi marah,
janganlah kamu berbuat dosa; janganlah matahari
terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada
Iblis.” (Efesus 4:26-27).
Nah, ada beberapa cara
yang dilakukan seseorang dalam mengatasi kemarahannya, yaitu :
-
Ditekan atau dipendam ke dalam.
Saat dipendam, orang lain akan berpikir
kita adalah orang yang sabar. Namun sesungguhnya tidak! Sebab biasanya
kemarahan dilampiaskan kepada sesuatu yang 'aman' di mana orang tidak melihat
secara langsung. Pelampiasannya antara lain makan berlebihan, merokok, atau
lainnya. Banyak orang depresi karena menyimpan kemarahan yang terlalu lama dan
sudah mendalam. “Janganlah lekas-lekas
marah dalam hati, karena amarah menetap dalam dada orang bodoh.” (Pengkhotbah
7:9 )
-
Meledak keluar.
Reaksi marah keluar antara lain seperti :
menghancurkan benda, memukul, berteriak, memaki. Nampaknya meluapkan kemarahan
ini dapat memberikan kelegaan sementara, tetapi sesungguhnya tidak pernah
menyelesaikan akar penyebab mengapa kita marah. Biasanya masalah akan
berulang-ulang kembali, bahkan bisa menjadi lebih parah dan tidak terkontrol.
“Si
pemarah menimbulkan pertengkaran, dan orang yang lekas gusar, banyak
pelanggarannya.” (Amsal 29:22)
Jelaslah, bahwa
kemarahan itu berbahaya jika tidak diatasi dengan baik.
Oleh sebab itu, marilah
kita belajar cara yang bijak, yaitu mengelola
kemarahan, agar dapat menghentikan diri kita untuk melakukan dosa atau hal yang
lebih buruk lagi.
“Orang bebal melampiaskan
seluruh amarahnya, tetapi orang bijak akhirnya meredakannya.”
(Amsal 29:11)
Ada beberapa tips untuk
mengelola kemarahan dengan baik, sebagai
berikut :
-
Perhatikan di saat gejala marah mulai menguasai
kita.
Misalnya jantung yang berdegup kencang,
napas lebih cepat, berkeringat, bahu lebih tegang, kepala sakit. Apabila ini
terjadi, alihkan perhatian kita sementara agar tidak meledak keluar dan kita
dapat menenangkan diri serta berpikir jernih.
-
Mengenali akar penyebab kemarahan kita yang
sebenarnya.
Dalam kasus Anda, akar penyebab kemarahan
sesungguhnya adalah perasaan terluka akibat dari perlakuan atasan Anda.
Kemarahan Anda bukan disebabkan oleh anak-anak yang bermain di rumah, bukan
pula karena istri Anda. Tetapi tanpa sadar Anda sedang melampiaskan kemarahan
tersebut kepada anak-anak dan isteri Anda.
-
Menyadari dan jujur mengakui bahwa ada perasaan marah di hati kita, bukan
menyangkalnya.
Anda dapat mencoba mengungkapkan secara
asertif kepada istri Anda bahwa Anda sedang mengalami tekanan karena terluka
dengan perlakuan atasan di kantor, sehingga membutuhkan dukungan dari keluarga.
-
Menyerahkan perasaan marah kita kepada Tuhan.
Saat melakukan hal ini, berarti kita
mengijinkan Tuhan membersihkan hati kita dari berbagai perasaan seperti : sakit
hati, dendam, kecewa, perasaan diperlakukan tidak adil, dan sebagainya,
sehingga memampukan kita mengampuni orang yang menyakiti hati kita.
Dalam hal ini, Anda perlu menjaga agar
hati Anda tidak dikuasai oleh kepahitan kepada atasan Anda.
- Memelihara persekutuan pribadi dengan Tuhan agar
hati kita terus-menerus dipenuhi kasih, sukacita dan damai sejahtera (Roma
15:13).
Nah, tahukah bahwa
untuk setiap detik yang diluangkan dalam bentuk kemarahan, maka satu menit
kebahagiaan telah terbuang?
Marilah mengelola diri
kita dengan baik. Tuhan Yesus memberkati !
No comments:
Post a Comment