Friday 14 November 2014

Tidak ingin seperti Papa


Terus terang pernikahan orangtua saya tidak patut dicontoh. Papa mama selalu bertengkar dan mereka bercerai saat saya remaja. Papa sering mabuk-mabukan, papa sering bicara kasar dan membentak mama serta anak-anak, papa juga suka menyalahkan mama. Saya sedih sekali dengan perceraian mereka, saya tidak ingin hal itu terjadi dalam pernikahan saya.
Nah, saat menikah 3 tahun yang lalu, saya berjanji pada diri saya sendiri bahwa saya tidak ingin seperti papa. Saya tidak ingin menjadi suami yang suka bicara kasar. Tapi saya sering konflik dengan istri dan tanpa saya sadari saya kog kasar seperti papa? Kemudian jika saya stress, pelarian saya adalah hang out dengan teman-teman dan saya mulai mencicipi minuman beralkohol.
Saya khawatir jika apa yang terjadi dengan papa mama akan terulang kembali dalam pernikahan saya. Apa yang harus saya lakukan?
(Elvin, 36 tahun)


Bpk Elvin,
Terima kasih untuk pertanyaan Anda. Terima kasih juga untuk kejujuran Anda atas perasaan Anda terhadap diri sendiri.
Saya bisa memahami kekhawatiran Anda mengenai masa depan kehidupan pernikahan Anda. Tentunya setiap kita rindu memiliki pernikahan yang bahagia, langgeng dan sukses.

Well, ternyata pernikahan bahagia tidak dapat terjadi secara otomatis. Setelah pasangan memasuki pernikahan, maka pasangan suami-isteri perlu memiliki kekuatan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk mewujudkannya.
Pada kenyataannya, setelah memasuki pernikahan, banyak pasangan terkejut karena menghadapi tekanan-tekanan baru. Tekanan itu bisa berasal dari luar pernikahan, dari dalam pernikahan, atau bahkan dari hal-hal yang sudah lama terpendam jauh di dalam diri mereka masing-masing. Ditambah tuntutan untuk penyesuaian diri agar hidup harmonis, untuk memberi dukungan satu sama lain, menyeimbangkan tugas-tugas karier, membesarkan anak-anak, semuanya itu menjadi kompleks.

Ada satu hal penting yang sering terlupakan oleh pasangan suami istri yaitu saat memasuki pernikahan, mereka tidak menyadari bahwa ada kemungkinan di mana  pola-pola perilaku yang negatif  dari orangtua tanpa sadar diwariskan dan terulang pada kehidupan keluarga pasangan baru.
Mengapa hal tersebut dapat terjadi?
Karena ita hidup bersama dengan orangtua bertahun-tahun. Kehidupan orangtua kita tonton setiap hari dan hampir setiap jam, dan kebiasaan mereka akan terekam. Maka beberapa pola kebiasaan mereka akan kita warisi, baik suka atau tidak.  Pola dari orangtua akan mudah terulang kembali.
Ada contoh dalam Alkitab, di mana dalam satu generasi ada sikap pilih kasih. Seperti Abraham dan Sara lebih menyayangi Ishak daripada Ismael.  Kemudian Ishak lebih sayang kepada Esau dan Ribka lebih sayang kepada Yakub (Kejadian 25:28). Selanjutnya Yakub lebih mengasihi Yusuf dibandingkan dengan saudara-saudaranya (Kejadian 37:3).

Nah, nampaknya hal itulah yang terjadi dalam kehidupan pernikahan Anda. Saat Anda mengalami tekanan atau konflik, pola komunikasi yang sama seperti papa terulang kembali. Juga cara melarikan diri dari tekanan, seperti mulai mencari minuman beralkohol.

Apabila pola tersebut tidak  diatasi, maka anak-anak akan mempelajari pola yang sama dan akan terus-menerus berulang kepada generasi berikutnya.
Oleh karena itu, betapa pentingnya agar pola perilaku buruk yang diturunkan dapat kita atasi.

Bagaimana cara kita mengatasinya? Ada beberapa langkah sebagai berikut :
1.      Mulailah mengingat pola atau kebiasaan negatif dari orangtua yang dapat mempengaruhi pernikahan kita saat ini.
Misalnya : cara berkomunikasi yang buruk, konflik, siapa yang lebih mendominasi, perselingkuhan, perceraian, mabuk, narkoba, dan sebagainya.
Tujuannya bukan untuk menyalahkan siapa pun, tapi supaya kita dapat  memperbaiki dan  terbebas dari pola keturunan ini.
Kita memang tidak bisa mengubah masa lalu, tetapi kita bisa memperbaiki masa depan.

2.      Kita mulai menyadari adanya pola dan perilaku yang tidak ingin kita ulangi dalam pernikahan  atau dalam hubungan keluarga kita. Kita perlu jujur terhadap apa yang terjadi pada diri kita.

3.      Belajarlah untuk berdamai dengan masa lalu dan meminta pemulihan dari Tuhan. Artinya menyadari bahwa apabila diijinkan Tuhan dilahirkan dari keluarga yang tidak sempurna, ada pembelajaran dan makna melalui peristiwa ini. Kemudian belajarlah mengampuni orangtua yang mungkin pernah membuat hati kita kecewa, supaya hati kita pulih.
Jika kita tidak pernah memaafkan masa lalu kita, maka masa lalu tersebut akan selalu mencari celah untuk mengungkapkan dirinya di masa kini.
Hal ini bisa menjadi “bahan bakar” yang membuat pola-pola warisan terus menyala dalam    hubungan-hubungan kita  dan terutama dalam pernikahan.


4.      Berdoa untuk mematahkan kuasa intimidasi dan  kutuk kegagalan pernikahan orangtua agar tidak mempengaruhi pernikahan kita saat ini. Apabila membutuhkan bantuan untuk didoakan, dapat menghubungi  hotline sekretariat.

5.      Sediakan waktu untuk mempelajari kehidupan pernikahan yang berlandaskan prinsip-prinsip Kerajaan Allah dan hidupilah prinsip tersebut.  Supaya pola hidup pernikahan  yang salah bisa diperbaiki dan dipulihkan, sehingga kehidupan pernikahan kita semakin hari akan semakin bertumbuh.


Ingatlah ..... sementara kita tidak bisa berbuat banyak tentang nenek moyang kita, kita bisa sangat mempengaruhi keturunan kita. Tuhan Yesus memberkati !!

No comments:

Post a Comment