Terus terang pernikahan
orangtua saya tidak patut dicontoh. Papa mama selalu bertengkar dan mereka
bercerai saat saya remaja. Papa sering mabuk-mabukan, papa sering bicara kasar
dan membentak mama serta anak-anak, papa juga suka menyalahkan mama. Saya sedih
sekali dengan perceraian mereka, saya tidak ingin hal itu terjadi dalam
pernikahan saya.
Nah, saat menikah 3 tahun
yang lalu, saya berjanji pada diri saya sendiri bahwa saya tidak ingin seperti
papa. Saya tidak ingin menjadi suami yang suka bicara kasar. Tapi saya sering
konflik dengan istri dan tanpa saya sadari saya kog kasar seperti papa?
Kemudian jika saya stress, pelarian saya adalah hang out dengan teman-teman dan
saya mulai mencicipi minuman beralkohol.
Saya khawatir jika apa yang
terjadi dengan papa mama akan terulang kembali dalam pernikahan saya. Apa yang
harus saya lakukan?
(Elvin, 36 tahun)
Bpk Elvin,
Terima kasih untuk
pertanyaan Anda. Terima kasih juga untuk kejujuran Anda atas perasaan Anda
terhadap diri sendiri.
Saya bisa memahami kekhawatiran
Anda mengenai masa depan kehidupan pernikahan Anda. Tentunya setiap kita rindu
memiliki pernikahan yang bahagia, langgeng dan sukses.
Well, ternyata pernikahan
bahagia tidak dapat terjadi secara otomatis. Setelah pasangan memasuki
pernikahan, maka pasangan suami-isteri perlu memiliki kekuatan dan ketrampilan
yang dibutuhkan untuk mewujudkannya.
Pada kenyataannya, setelah
memasuki pernikahan, banyak pasangan terkejut karena menghadapi tekanan-tekanan
baru. Tekanan itu bisa berasal dari luar pernikahan, dari dalam pernikahan,
atau bahkan dari hal-hal yang sudah lama terpendam jauh di dalam diri mereka
masing-masing. Ditambah tuntutan untuk penyesuaian diri agar hidup harmonis,
untuk memberi dukungan satu sama lain, menyeimbangkan tugas-tugas karier,
membesarkan anak-anak, semuanya itu menjadi kompleks.
Ada satu hal penting yang
sering terlupakan oleh pasangan suami istri yaitu saat memasuki pernikahan,
mereka tidak menyadari bahwa ada kemungkinan di mana pola-pola perilaku yang negatif
dari orangtua tanpa sadar diwariskan dan
terulang pada kehidupan keluarga pasangan baru.
Mengapa hal tersebut dapat
terjadi?
Karena ita hidup bersama
dengan orangtua bertahun-tahun. Kehidupan orangtua kita tonton setiap hari dan
hampir setiap jam, dan kebiasaan mereka akan terekam. Maka beberapa pola
kebiasaan mereka akan kita warisi, baik suka atau tidak. Pola dari orangtua akan mudah terulang
kembali.
Ada contoh dalam Alkitab, di
mana dalam satu generasi ada sikap pilih kasih. Seperti Abraham dan Sara lebih
menyayangi Ishak daripada Ismael. Kemudian
Ishak lebih sayang kepada Esau dan Ribka lebih sayang kepada Yakub (Kejadian
25:28). Selanjutnya Yakub lebih mengasihi Yusuf dibandingkan dengan
saudara-saudaranya (Kejadian 37:3).
Nah, nampaknya hal itulah
yang terjadi dalam kehidupan pernikahan Anda. Saat Anda mengalami tekanan atau
konflik, pola komunikasi yang sama seperti papa terulang kembali. Juga cara
melarikan diri dari tekanan, seperti mulai mencari minuman beralkohol.
Apabila pola tersebut tidak diatasi, maka anak-anak akan mempelajari pola
yang sama dan akan terus-menerus berulang kepada generasi berikutnya.
Oleh karena itu, betapa
pentingnya agar pola perilaku buruk yang diturunkan dapat kita atasi.
Bagaimana cara kita
mengatasinya? Ada beberapa langkah sebagai berikut :
1.
Mulailah mengingat pola atau kebiasaan negatif dari orangtua
yang dapat mempengaruhi pernikahan kita saat ini.
Misalnya : cara berkomunikasi yang buruk, konflik, siapa yang
lebih mendominasi, perselingkuhan, perceraian, mabuk, narkoba, dan sebagainya.
Tujuannya bukan untuk menyalahkan siapa pun, tapi supaya kita
dapat memperbaiki dan terbebas dari pola keturunan ini.
Kita memang tidak bisa mengubah masa lalu, tetapi kita bisa
memperbaiki masa depan.
2.
Kita mulai menyadari adanya pola dan perilaku yang tidak
ingin kita ulangi dalam pernikahan atau
dalam hubungan keluarga kita. Kita perlu jujur terhadap apa yang terjadi pada
diri kita.
3. Belajarlah
untuk berdamai dengan masa lalu dan meminta pemulihan dari Tuhan. Artinya menyadari
bahwa apabila diijinkan Tuhan dilahirkan dari keluarga yang tidak sempurna, ada
pembelajaran dan makna melalui peristiwa ini. Kemudian belajarlah mengampuni
orangtua yang mungkin pernah membuat hati kita kecewa, supaya hati kita pulih.
Jika kita tidak pernah memaafkan masa lalu kita, maka masa
lalu tersebut akan selalu mencari celah untuk mengungkapkan dirinya di masa
kini.
Hal ini bisa menjadi “bahan bakar” yang membuat pola-pola
warisan terus menyala dalam
hubungan-hubungan kita dan
terutama dalam pernikahan.
4. Berdoa
untuk mematahkan kuasa intimidasi dan
kutuk kegagalan pernikahan orangtua agar tidak mempengaruhi pernikahan kita
saat ini. Apabila membutuhkan bantuan untuk didoakan, dapat menghubungi hotline sekretariat.
5. Sediakan
waktu untuk mempelajari kehidupan pernikahan yang berlandaskan prinsip-prinsip
Kerajaan Allah dan hidupilah prinsip tersebut. Supaya pola hidup pernikahan yang salah bisa diperbaiki dan dipulihkan,
sehingga kehidupan pernikahan kita semakin hari akan semakin bertumbuh.
Ingatlah
..... sementara kita tidak bisa berbuat banyak tentang nenek moyang kita, kita
bisa sangat mempengaruhi keturunan kita. Tuhan Yesus memberkati !!
No comments:
Post a Comment