Sunday 1 June 2014

Anger Management


Saya merasa kasihan dengan isteri dan anak-anak saya, karena  sering kena sasaran kemarahan saya di rumah. Sebenarnya saya tidak berniat marah-marah, tapi tekanan di kantor sangat berat, atasan saya sering memaki-maki kami karyawannya. Kemudian saat pulang ke rumah….saya sudah cape banget, ditambah mendengar anak-anak ribut bermain rasanya kepala saya mau pecah.
Sehingga hal-hal kecil di rumah pun memicu kemarahan saya, bahkan saya sampai meledak-ledak. Akibatnya, saya jadi sering konflik dengan isteri saya juga.
Saya tau bahwa sebagai orang Kristen harus bisa menguasai diri terhadap kemarahan. Tapi saya sering gagal mengatasi kemarahan saya. Apa yang harus saya lakukan ? (Hendi, 36 tahun)

JAWAB :
Bpk Hendi,
Terima kasih untuk pertanyaan Anda. Terima kasih juga untuk kejujuran Anda atas perasaan Anda terhadap diri sendiri.
Saya bisa memahami perasaan Anda bahwa bukanlah hal yang mudah menghadapi situasi yang menekan dan menguras emosi Anda.

Nampaknya ...ada  kaitannya antara  perlakuan atasan Anda dengan pola kemarahan Anda di rumah. Cobalah untuk merefleksikan bagaimana perasaan Anda saat atasan memaki-maki Anda ....apakah muncul perasaan kesal, kecewa, sedih sakit hati atau merasa diperlakukan tidak adil ?
Perasaan-perasaan yang tak terungkap ini tanpa sadar menimbulkan ‘energi kemarahan’ di dalam diri Anda.
Tentunya tidaklah bijak jika Anda melawan atasan Anda, tetapi akibatnya tanpa sengaja ‘energi kemarahan’ ini dilampiaskan kepada keluarga di rumah. Sehingga hal-hal kecil pun dapat memicu kemarahan Anda.

Marah pada dasarnya merupakan salah satu bentuk emosi yang dimiliki setiap individu. Penyebabnya bisa dari apa yang dilakukan orang lain terhadap kita, namun mungkin juga akibat apa yang telah kita lakukan sendiri pada diri kita sendiri.
Kemarahan dapat merusak apabila kita sudah dikuasai olehnya, contohnya: kita menjadi sering marah-marah dan cenderung menyerang orang lain. Dapat berbahaya karena berhubungan dengan frustasi, stress, depresi, resiko terkena sakit-penyakit, menimbulkan permusuhan, bahkan dapat mendorong untuk menyakiti orang lain, seperti memaki, memukul, menghancurkan benda-benda, ataupun penyiksaan.
Semuanya ini dapat membuat hati dan komunikasi kita sakit, mengganggu pernikahan, hubungan dengan pasangan dan anak-anak, juga dalam kehidupan karier dan persahabatan.

Firman Tuhan menyatakan bahwa, “Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa; janganlah matahari  terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis.” (Efesus 4:26-27).

Nah, ada beberapa cara yang dilakukan seseorang dalam mengatasi kemarahannya, yaitu :
-          Ditekan atau dipendam ke dalam.
Saat dipendam, orang lain akan berpikir kita adalah orang yang sabar. Namun sesungguhnya tidak! Sebab biasanya kemarahan dilampiaskan kepada sesuatu yang 'aman' di mana orang tidak melihat secara langsung. Pelampiasannya antara lain makan berlebihan, merokok, atau lainnya. Banyak orang depresi karena menyimpan kemarahan yang terlalu lama dan sudah mendalam. “Janganlah lekas-lekas marah dalam hati, karena amarah menetap dalam dada orang bodoh.” (Pengkhotbah 7:9 )

-          Meledak keluar.
Reaksi marah keluar antara lain seperti : menghancurkan benda, memukul, berteriak, memaki. Nampaknya meluapkan kemarahan ini dapat memberikan kelegaan sementara, tetapi sesungguhnya tidak pernah menyelesaikan akar penyebab mengapa kita marah. Biasanya masalah akan berulang-ulang kembali, bahkan bisa menjadi lebih parah dan tidak terkontrol.
“Si pemarah menimbulkan pertengkaran, dan orang yang lekas gusar, banyak pelanggarannya.” (Amsal 29:22)

Jelaslah, bahwa kemarahan itu berbahaya jika tidak diatasi dengan baik.
Oleh sebab itu, marilah kita belajar cara yang bijak, yaitu mengelola kemarahan, agar dapat menghentikan diri kita untuk melakukan dosa atau hal yang lebih buruk lagi.
 “Orang bebal melampiaskan seluruh amarahnya, tetapi orang bijak akhirnya meredakannya.”
(Amsal 29:11)

Ada beberapa tips untuk mengelola  kemarahan dengan baik, sebagai berikut :

-          Perhatikan di saat gejala marah mulai menguasai kita.
Misalnya jantung yang berdegup kencang, napas lebih cepat, berkeringat, bahu lebih tegang, kepala sakit. Apabila ini terjadi, alihkan perhatian kita sementara agar tidak meledak keluar dan kita dapat menenangkan diri serta berpikir jernih.

-          Mengenali akar penyebab kemarahan kita yang sebenarnya.
Dalam kasus Anda, akar penyebab kemarahan sesungguhnya adalah perasaan terluka akibat dari perlakuan atasan Anda. Kemarahan Anda bukan disebabkan oleh anak-anak yang bermain di rumah, bukan pula karena istri Anda. Tetapi tanpa sadar Anda sedang melampiaskan kemarahan tersebut kepada anak-anak dan isteri Anda.

-          Menyadari dan jujur mengakui  bahwa ada perasaan marah di hati kita, bukan menyangkalnya.
Anda dapat mencoba mengungkapkan secara asertif kepada istri Anda bahwa Anda sedang mengalami tekanan karena terluka dengan perlakuan atasan di kantor, sehingga membutuhkan dukungan dari keluarga.

-          Menyerahkan perasaan marah kita kepada Tuhan.
Saat melakukan hal ini, berarti kita mengijinkan Tuhan membersihkan hati kita dari berbagai perasaan seperti : sakit hati, dendam, kecewa, perasaan diperlakukan tidak adil, dan sebagainya, sehingga memampukan kita mengampuni orang yang menyakiti hati kita.
Dalam hal ini, Anda perlu menjaga agar hati Anda tidak dikuasai oleh kepahitan kepada atasan Anda.

-         Memelihara persekutuan pribadi dengan Tuhan agar hati kita terus-menerus dipenuhi kasih, sukacita dan damai sejahtera (Roma 15:13).

Nah, tahukah bahwa untuk setiap detik yang diluangkan dalam bentuk kemarahan, maka satu menit kebahagiaan telah terbuang?
Marilah mengelola diri kita dengan baik. Tuhan Yesus memberkati !

No comments:

Post a Comment