Wednesday 30 October 2013

Aku Ingin Seperti Ayah

Berikut ini adalah sharing dari Facebook seorang teman, yang dapat menjadi sebuah refleksi bagi kita semua  :

Suatu hari ada percakapan para kakek yang sudah mendekati usia 60 tahun dan dikaruniai beberapa orang cucu. Di sela-sela pembicaraan serius tentang bisnis, para kakek yang masih aktif itu sempat juga berbagi pengalaman tentang kehidupan keluarga di masa usia senja.  

Inilah kira-kira kisah mereka…….

Salah satu dari mereka kebetulan akan ke Bali untuk urusan bisnis, dan minta tolong diatur tiket kepulangannya melalui Surabaya karena akan singgah ke rumah anaknya yang bekerja di sana. Di situlah awal pembicaraan dimulai.

Ia mengeluh, "Susah anak saya ini, masak sih untuk bertemu bapaknya saja sulitnya bukan main." "Kalau saya telepon dulu, pasti nanti dia akan berkata jangan datang sekarang karena masih banyak urusan. Lebih baik datang saja tiba-tiba, yang penting saya bisa lihat cucu."

Kemudian itu ditimpali oleh rekan yang lain. "Kalau anda jarang bertemu dengan anak karena beda kota, itu masih dapat dimengerti," katanya. "Anak saya yang tinggal satu kota saja, harus pakai perjanjian segala kalau ingin bertemu."

"Saya dan istri kadang-kadang merasa begitu kesepian, karena kedua anak saya jarang berkunjung, paling-paling hanya telepon."

Ada lagi yang berbagi kesedihannya, ketika ia dan istrinya mengengok anak laki-lakinya, yang istrinya baru melahirkan di salah satu kota di Amerika.

Ketika sampai dan baru saja memasuki rumah anaknya, sang anak sudah bertanya, "Kapan Ayah dan Ibu kembali ke Indonesia?" "Bayangkan! Kami menempuh perjalanan hampir dua hari, belum sempat istirahat sudah ditanya kapan pulang."

Apa yang digambarkan adalah rasa kegetiran dan kesepian yang tengah melanda mereka di hari tua. Padahal mereka adalah para profesional yang begitu berhasil dalam kariernya.

Marilah kita bertanya kepada diri kita sendiri, "Apakah suatu saat kita juga akan mengalami hidup seperti mereka?"

Untuk menjawab itu, marilah kita melihat syair lagu berjudul Cat's In the Cradle karya Harry Chapin.
Beberapa cuplikan syair tersebut diterjemahkan secara bebas ke dalam bahasa Indonesia agar relevan untuk konteks Indonesia.
--
CAT's IN THE CRADLE  (karya Harry Chapin)
Serasa kemarin ketika anakku lahir dengan penuh berkah. Aku harus siap untuknya, sehingga sibuk aku mencari nafkah sampai tak ingat kapan pertama kali ia belajar melangkah. Pun kapan ia belajar bicara dan mulai lucu bertingkah.

Namun aku tahu betul ia pernah berkata, "Aku akan menjadi seperti Ayah kelak."

"Ya betul aku ingin seperti Ayah kelak."

"Ayah, jam berapa nanti pulang?"

"Aku tak tahu 'Nak, tetapi kita akan punya waktu bersama nanti, dan tentu saja kita akan mempunyai waktu indah bersama."

Ketika saat anakku ulang tahun yang kesepuluh; Ia berkata, "Terima kasih atas hadiah bolanya Ayah, wah ... kita bisa main bola bersama. Ajari aku bagaimana cara melempar bola."

"Tentu saja 'Nak, tetapi jangan sekarang, Ayah banyak pekerjaan sekarang."

Ia hanya berkata, "Oh ...."

Ia melangkah pergi, tetapi senyumnya tidak hilang, seraya berkata, "Aku akan seperti ayahku."

"Ya, betul aku akan sepertinya."

"Ayah, jam berapa nanti pulang?"

"Aku tak tahu 'Nak, tetapi kita akan punya waktu bersama nanti, dan tentu saja kita akan mempunyai waktu indah bersama."

Suatu saat anakku pulang ke rumah dari kuliah; Begitu gagahnya ia, dan aku memanggilnya, "Nak, aku bangga sekali denganmu, duduklah sebentar dengan Ayah."

Dia menengok sebentar sambil tersenyum, "Ayah, yang aku perlu sekarang adalah meminjam mobil, mana kuncinya?"

"Sampai bertemu nanti Ayah, aku ada janji dengan kawan."

"Nak, jam berapa nanti pulang?"

"Aku tak tahu 'Yah, tetapi kita akan punya waktu bersama nanti dan tentu saja kita akan mempunyai waktu indah bersama."

Aku sudah lama pensiun, dan anakku sudah lama pergi dari rumah. Suatu saat aku meneleponnya.

"Aku ingin bertemu denganmu, Nak."

Ia bilang, "Tentu saja aku senang bertemu Ayah, tetapi sekarang aku tidak ada waktu. Ayah tahu, pekerjaanku begitu menyita waktu, dan anak-anak sekarang sedang flu. Tetapi senang bisa berbicara dengan Ayah, betul aku senang mendengar suara Ayah."

Ketika ia menutup teleponnya, aku sekarang menyadari;  dia tumbuh besar persis seperti aku; Ya betul, ternyata anakku persis seperti aku!

No comments:

Post a Comment