Tuesday 15 July 2014

Capek dalam Pernikahan??



Saya merasa capek dengan pernikahan kami. Kami sudah menikah 4 tahun dan memiliki anak usia 2 tahun. Permasalahannya adalah kami sering bertengkar.  Kami sering salah paham dan saya semakin tidak mengerti dengan keinginan suami.
Menurut saya, masalah kami adalah masalah komunikasi suami isteri.
Bagaimana caranya agar kami bisa memiliki komunikasi yang baik dalam pernikahan? (Netty, 31 tahun)

JAWAB :
Netty,
Terima kasih untuk pertanyaan Anda. Terima kasih juga untuk kejujuran Anda atas perasaan Anda terhadap diri sendiri.
Saya bisa memahami perasaan Anda, sungguh tidak nyaman rasanya apabila suasana di dalam rumah sarat dengan pertengkaran. Melalui  pernyataan Anda, nampaknya Anda telah menemukan bahwa penyebab pertengkaran Anda dengan suami adalah masalah komunikasi. 
Well, saya sependapat dengan Anda, karena banyak persoalan hubungan suami istri  yang akar sebenarnya terletak pada komunikasi.

Komunikasi adalah mendengarkan dan mengerti apa yang ingin disampaikan orang lain dengan rasa empati yang tepat.  Komunikasi yang baik melibatkan kegiatan berbicara, mendengarkan, mengerti dan bertindak. Terhentinya komunikasi merupakan masalah nomor satu dalam pernikahan. Ini adalah penyebab utama perpisahan dan perceraian. Banyak orang tidak menyadarinya, karena mereka menghubungkan masalah-masalah mereka dengan sebab lain. Tetapi, jika komunikasi terjalin dengan baik dan suami istri mempunyai kemampuan berbagi secara terbuka, maka suami istri akan dapat menyelesaikan masalah keuangan, hubungan intim, dan anak-anak.

Perlu  Anda ketahui bahwa ada beberapa level  dalam komunikasi.   
Evaluasilah level  komunikasi yang sering Anda lakukan dengan pasangan Anda.

1.       Low level communication
Adalah komunikasi antara suami-isteri tentang hal-hal yang terjadi di luar pasangan suami-isteri. Contohnya adalah komunikasi basa basi : “Hai, apa kabar? Cuaca hari ini baik ya?” Atau tentang berita di surat kabar, atau membicarakan peristiwa yang menyangkut orang lain.

2.       Medium level communication
        Adalah pembicaraan antara suami-isteri tentang hal-hal yang berhubungan dengan keluarga, misalnya tentang pekerjaan, pelayanan, tentang anak-anak, dan lainnya.

3.       High level communication
Adalah pembicaraan suami-isteri yang berisi keterbukaan atau transparansi total, baik menyampaikan pikiran, perasaan dan harapan masing-masing ataupun membicarakan hal-hal yang perlu diperbaiki. Tujuan dalam hubungan pernikahan dan keluarga adalah mencapai level komunikasi ini, di mana pasangan dapat benar-benar berbagi secara bebas tentang apa saja. Pada level ini, tidak ada hal yang perlu disembunyikan. Artinya pasangan sudah mencapai keintiman dalam komunikasi.
Seperti yang tertulis dalam Firman Tuhan di dalam Kejadian 2:24-25, - “Mereka keduanya telanjang, manusia dan istrinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu.”

Membangun komunikasi yang intim (high level communication) merupakan langkah utama untuk menghadirkan sebuah kondisi rumah tangga yang harmonis. Namun, komunikasi yang baik tidak dapat  tercipta dengan sendirinya, dibutuhkan usaha dari kedua belah pihak untuk mewujudkannya.

Nah, bagaimanakah agar pasangan dapat mencapai  high level communication ?
Ada beberapa tips sebagai berikut :

1.      
Buatlah keputusan untuk meningkatkan komunikasi.
Sebagaimana kita mengasihi pasangan kita adalah sebuah keputusan, bukan sekedar emosi atau perasaan, demikian juga kita harus membuat keputusan bahwa kita ingin meningkatkan ketrampilan berkomunikasi kita.

2.      
Persiapkan waktu untuk berkomunikasi dengan pasangan.
Berbicaralah  pada keadaan yang tepat, sebagai contoh : jangan di tengah-tengah kesibukan atau kelelahan yang sedang dialami oleh pasangan kita.
Tentukan waktu yang tepat jika keduanya sangat sibuk. Buatlah janji untuk  kencan berdua agar dapat berkomunikasi dengan suasana senyaman mungkin.  

3.      
Belajar untuk menjadi pendengar.
Tuhan memberikan dua telinga dan satu mulut dengan tujuan supaya kita lebih banyak mendengar daripada berbicara.
Agar dapat menjadi pendengar yang baik, cobalah menghentikan aktivitas lain saat mendengarkan pasangan berbicara, kemudian perhatikan apa yang tersirat bukan apa yang tersurat, serta  belajarlah mengerti apa yang dimaksud oleh pasangan kita.

4.      
 Sampaikan ungkapan, perasaan dan harapan secara asertif, bukan provokatif.
Komunikasi yang  provokatif adalah komunikasi yang saling menyerang, menyalahkan bahkan menyudutkan. Contoh : “Mengapa kamu selalu tidak pernah punya waktu untuk saya?”  “Kamu memang tidak pernah berubah !” “Kamu selalu bicara kasar !”

Tetapi di dalam komunikasi asertif, kita menjelaskan tentang pikiran, perasaan, kebutuhan dan harapan dengan ekspresi yang tenang dan sabar serta menggunakan  pilihan kata yang tidak menyerang orang lain.
 
Perhatikanlah contoh berikut ini :
-          “Saya merasa bahwa kita membutuhkan waktu berdua lebih banyak lagi.”
-          “Saya melihat bahwa ada hal-hal yang perlu ditingkatkan untuk menjadi lebih baik.”
-          “Saya akan merasa nyaman apabila kamu bisa bicara lebih lembut.”

Nah, di sini kita bisa melihat perbedaan antara kedua jenis komunikasi tersebut. Materi dan tujuan pembicaraan yang sama dapat disampaikan dengan cara yang lebih baik.

5.      
Bersedialah mengakui dan minta maaf jika kita ada kesalahan. Bersedialah mengampuni jika ada perkataan pasangan yang mungkin menyakitkan.

6.      
Tetap memelihara persekutuan pribadi dengan Tuhan, agar buah roh  terpancar dari kehidupan kita. Dengan demikian komunikasi kita akan memancarkan kasih, sukacita, kesabaran, kelemahlembutan dan penguasaan diri  (Galatia 5:22-23).

Ingatlah bahwa pernikahan seperti sebuah taman. Taman yang baik dan sehat dipelihara setiap hari.
Dengan cara yang sama, hubungan pernikahan kita perlu dirawat secara rutin dan teratur.
Berkomunikasilah …..setiap waktu !
Tuhan Yesus memberkati !

No comments:

Post a Comment