Saya merasa capek dengan
pernikahan kami. Kami sudah menikah 4 tahun dan memiliki anak usia 2 tahun.
Permasalahannya adalah kami sering bertengkar. Kami sering salah paham dan saya semakin tidak mengerti
dengan keinginan suami.
Menurut saya, masalah
kami adalah masalah komunikasi suami isteri.
Bagaimana caranya agar
kami bisa memiliki komunikasi yang baik dalam pernikahan? (Netty, 31 tahun)
JAWAB :
Netty,
Terima kasih untuk
pertanyaan Anda. Terima kasih juga untuk kejujuran Anda atas perasaan Anda
terhadap diri sendiri.
Saya bisa memahami perasaan Anda, sungguh
tidak nyaman rasanya apabila suasana di dalam rumah sarat dengan pertengkaran. Melalui pernyataan Anda, nampaknya Anda telah menemukan
bahwa penyebab pertengkaran Anda dengan suami adalah masalah komunikasi.
Well, saya sependapat dengan
Anda, karena banyak persoalan hubungan suami istri yang akar sebenarnya terletak pada komunikasi.
Komunikasi adalah
mendengarkan dan mengerti apa yang ingin disampaikan orang lain dengan rasa empati
yang tepat. Komunikasi yang baik
melibatkan kegiatan berbicara, mendengarkan, mengerti dan bertindak. Terhentinya komunikasi merupakan masalah nomor satu dalam pernikahan. Ini
adalah penyebab utama perpisahan dan perceraian. Banyak orang tidak menyadarinya,
karena mereka menghubungkan masalah-masalah mereka dengan sebab lain. Tetapi,
jika komunikasi terjalin dengan baik dan suami istri mempunyai
kemampuan berbagi secara terbuka, maka suami istri akan dapat
menyelesaikan masalah keuangan, hubungan intim, dan anak-anak.
Perlu Anda ketahui bahwa ada
beberapa level dalam komunikasi.
Evaluasilah level komunikasi yang sering Anda lakukan dengan pasangan
Anda.
1. Low level
communication
Adalah komunikasi antara suami-isteri tentang hal-hal yang terjadi di luar
pasangan suami-isteri. Contohnya adalah komunikasi basa basi : “Hai, apa
kabar? Cuaca hari ini baik ya?” Atau tentang berita di surat
kabar, atau membicarakan
peristiwa yang menyangkut orang lain.
2. Medium level
communication
Adalah pembicaraan antara suami-isteri tentang hal-hal yang
berhubungan dengan keluarga, misalnya tentang pekerjaan, pelayanan,
tentang
anak-anak, dan lainnya.
3. High level
communication
Adalah pembicaraan suami-isteri yang berisi keterbukaan atau transparansi
total, baik menyampaikan pikiran, perasaan
dan harapan masing-masing ataupun membicarakan hal-hal yang perlu diperbaiki. Tujuan
dalam hubungan pernikahan dan keluarga adalah mencapai level komunikasi ini, di mana pasangan dapat benar-benar
berbagi secara bebas tentang apa saja. Pada level
ini, tidak ada hal yang perlu disembunyikan. Artinya pasangan sudah mencapai
keintiman dalam komunikasi.
Seperti yang tertulis dalam Firman Tuhan di dalam Kejadian 2:24-25, - “Mereka
keduanya telanjang, manusia dan istrinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu.”
Membangun komunikasi yang intim (high level communication) merupakan langkah utama untuk menghadirkan sebuah kondisi rumah tangga yang harmonis. Namun,
komunikasi yang baik tidak dapat tercipta dengan sendirinya, dibutuhkan usaha dari kedua belah
pihak untuk mewujudkannya.
Nah, bagaimanakah agar
pasangan dapat mencapai high level
communication ?
Ada beberapa tips sebagai
berikut :
1. Buatlah keputusan untuk meningkatkan komunikasi.
Sebagaimana kita mengasihi pasangan kita adalah sebuah keputusan, bukan sekedar
emosi atau perasaan, demikian juga kita harus membuat keputusan bahwa kita
ingin meningkatkan ketrampilan berkomunikasi kita.
2. Persiapkan waktu untuk berkomunikasi dengan pasangan.
Berbicaralah pada keadaan yang
tepat, sebagai contoh : jangan di tengah-tengah kesibukan atau kelelahan yang
sedang dialami oleh pasangan kita.
Tentukan waktu yang tepat jika keduanya sangat sibuk. Buatlah janji
untuk kencan berdua agar dapat
berkomunikasi dengan suasana senyaman mungkin.
3. Belajar untuk menjadi pendengar.
Tuhan memberikan dua telinga dan satu mulut dengan tujuan supaya kita
lebih banyak mendengar daripada berbicara.
Agar dapat menjadi pendengar yang baik, cobalah menghentikan aktivitas
lain saat mendengarkan pasangan berbicara, kemudian perhatikan apa yang
tersirat bukan apa yang tersurat, serta belajarlah mengerti apa yang dimaksud
oleh pasangan kita.
4. Sampaikan ungkapan, perasaan dan harapan secara asertif, bukan provokatif.
Komunikasi yang provokatif adalah
komunikasi yang saling menyerang, menyalahkan bahkan menyudutkan. Contoh : “Mengapa
kamu selalu tidak pernah punya waktu untuk saya?” “Kamu memang tidak pernah berubah !” “Kamu
selalu bicara kasar !”
Tetapi di dalam komunikasi asertif, kita menjelaskan tentang pikiran, perasaan,
kebutuhan dan harapan dengan ekspresi yang tenang dan sabar serta menggunakan pilihan kata yang
tidak menyerang orang
lain.
Perhatikanlah contoh berikut ini :
Perhatikanlah contoh berikut ini :
-
“Saya merasa
bahwa kita membutuhkan waktu berdua lebih banyak lagi.”
-
“Saya melihat
bahwa ada hal-hal yang perlu ditingkatkan untuk menjadi lebih baik.”
-
“Saya akan
merasa nyaman apabila kamu bisa bicara lebih lembut.”
Nah, di sini kita bisa melihat perbedaan antara kedua jenis komunikasi tersebut. Materi dan tujuan pembicaraan yang sama dapat disampaikan dengan cara yang lebih baik.
5. Bersedialah mengakui dan minta maaf jika kita ada kesalahan. Bersedialah mengampuni jika ada perkataan pasangan yang mungkin menyakitkan.
6. Tetap memelihara persekutuan pribadi dengan Tuhan, agar buah roh terpancar dari kehidupan kita. Dengan demikian komunikasi kita akan memancarkan kasih, sukacita, kesabaran, kelemahlembutan dan penguasaan diri (Galatia 5:22-23).
Ingatlah bahwa pernikahan
seperti sebuah taman. Taman yang baik dan sehat dipelihara setiap hari.
Dengan cara yang sama,
hubungan pernikahan kita perlu dirawat secara rutin dan teratur.
Berkomunikasilah …..setiap
waktu !
Tuhan Yesus memberkati !
No comments:
Post a Comment